Peraturan Mengenai Peringatan Bahaya Radiasi dari Ponsel. |
Jumat, 22 Juli 2011 08:05 |
Dewan Kota San Francisco, AS, sekali lagi mencoba rancangan peraturan baru mengenai peringatan bahaya radiasi dari ponsel. Dewan kota telah memberikan sinyal kuat untuk menyetujui adanya peraturan baru ini. Perlukah peraturan semacam ini bagi penduduk? Setidaknya dewan kota memiliki dasar yang kuat. WHO - organisasi kesehatan dunia telah merilis suatu laporan yang menyatakan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh ponsel bersifat carcinogenic dan berpotensi menimbulkan kanker bagi manusia. WHO sendiri telah mengeluarkan daftar zat-zat atau substansi yang berpotensi carcinogenic mulai dari DDT hingga kopi. Dengan peraturan semacam ini dewan kota berkeyakinan dapat memberikan informasi penting dan akurat bagi penduduk mengenai bahaya radiasi dari ponsel dan bagaimana cara untuk mencegah atau berlindung dari bahaya tersebut. Akan tetapi apa konsekuensi bagi para produsen atau penjual ponsel ? Produsen dan penjual ponsel melalui asosiasi telekomunikasi selular dan internet telah melakukan gugatan terhadap pemerintah kota atas peraturan sebelumnya. Peraturan terdahulu mensyaratkan bahwa produsen dan penjual harus menampilkan informasi akurat mengenai besarnya SAR (specific absorption requirement - cara untuk mengukur radiasi dari radio frequency) untuk tiap tipe ponsel yang dijual. Para produsen dan penjual nampaknya berkeberatan dengan peraturan yang membuat mereka mesti kerja ekstra menampilkan informasi semacam ini. Atas gugatan tersebut, kemudian dewan kota mengeluarkan rancangan peraturan baru untuk merevisi peraturan terdahulu. Alih-alih mensyaratkan informasi detil mengenai SAR untuk tiap tipe ponsel, kali ini rancangan peraturan baru hanya mensyaratkan para penjual untuk menampilkan poster menyolok yang menginformasikan bahwa ponsel memancarkan radiasi radio frequency yang diserap oleh kepala dan tubuh manusia dan menjelaskan cara untuk mengurangi serapan radiasi . Poster ini harus dibuat oleh Departemen Lingkungan dari Pemerintah Kota. Selain poster, penjual juga harus menyediakan informasi singkat (fact sheet) mengenai radiasi ponsel kepada para pembeli atau siapapun yang bertanya mengenai masalah radiasi ponsel. Informasi singkat tersebut juga harus ditampilkan berdampingan dengan ponsel-ponsel yang dipajang di etalase toko. Dewan kota akan membahas lagi rancangan peraturan baru ini dan kemungkinan besar akan melakukan pemungutan suara (voting) untuk menyetujui atau menolak rancangan tersebut. Setelah itu Walikota Ed Lee akan memberikan pengesahannya. Sejauh ini walikota mendukung rancangan peraturan tersebut. Peraturan baru, jika disetujui, jelas tidak sekeras peraturan sebelumnya. Menarik untuk ditunggu bagaimana reaksi dari dunia industri dan usaha ponsel dan telekomunikasi di sana. Apakah mereka akan menerima atau justru menggugat lagi ? Kapan ya kita rakyat Indonesia bisa menikmati layanan seperti itu dari pemerintah seperti halnya penduduk San Francisco dari pemerintahan kotanya ? Kita menyadari bahwa tiap teknologi selalu menampilkan dampak negatif. Teknologi nuklir memang tidak menimbulkan dampak polusi karena tiadanya emisi karbon yang dihasilkan, tetapi dampak radiasinya sungguh mengerikan dan mampu menimbulkan bencana dalam skala yang luar biasa. Mobil hibrida (mobil yang menggunakan energi dari BBM dan listrik dari aki), yang digadang-gadang akan menjadi alat transportasi yang lebih ramah lingkungan, juga tak luput dari risiko memberikan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Jika aki bekas dari mobil hibrida tidak tertangani dengan baik maka tunggulah saatnya tanah dan air tercemari racun yang merembes dari aki. Yang menjadi kebutuhan rakyat awam mengenai teknologi dan penggunaannya adalah informasi yang akurat mengenai berbagai bahaya yang ditimbulkan dan bagaimana mengatasinya. Rakyat membutuhkan edukasi sederhana dan jelas sehingga mereka paham dan sadar bagaimana memanfaatkan teknologi secara bijak. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas edukasi ini ? Tentu saja pemerintah ! Tentunya dengan menggandeng pihak-pihak lain (LSM misalnya) yang memiliki kepedulian mengenai masalah teknologi. Bangsa Jepang mungkin bisa kita jadikan contoh. Ketika gempa dahsyat yang disusul tsunami dan kebocoran radiasi nuklir dari PLTN menerpa negara mereka, rakyat Jepang tetap tenang dan tahu bagaimana harus bertindak menghadapi bencana tersebut. Ini semua berkat edukasi yang terus menerus dilakukan oleh Pemerintah Jepang. Gatot Pramono Bidang Pengembangan Jejaring - Pustekkom |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar